Senin, 28 Januari 2008

PENERAPAN PENDIDIKAN INKLUSI DI SMA NEGERI 8 SURAKARTA

Tidak semua anak memiliki fisik dan mental yang sempurna ketika dilahirkan. Beberapa anak mengalami hambatan atau kekurang sempurnaan. Ada beberapa orang tua yang segera menyadari kekurangan pada anaknya dan menindaklanjuti dengan segera membawa kepada ahli untuk mendapatkan penanganan yang sesuai. Akan tetapi tidak semua orang tua seperti itu. Beberapa orang tua dengan segala keterbatasan yang dimiliki (-pengetahuan, dana,tenaga-) kadang menjadikan dia tidak bisa dengan segera memfasilitasi kebutuhan anaknya. Tidak jarang pula ada orang tua yang justru menyembunyikan kekurangan yang diidap anaknya karena deraan rasa malu. Hal seperti ini menjadikan anak menderita. Dan itu berarti orang tua bisa dikatakan telah menelantarkan anaknya. Untuk anak yang beruntung, ia akan dimasukkan ke sekolah inklusi. Yaitu sekolah yang menerima anak tanpa memandang kekurangan dalam mental maupun fisik kemudian menanganinya sesuai dengan kebutuhannya. Di sekolah ini semua anak akan mendapatkan haknya dengan pola asuh yang berbeda, sehingga masing-masing anak dapat mengetahui dan memahami arti keberagaman dan kebersamaan.

Krisis energi yang terjadi pada awal abad ke-21 telah membawa banyak kesengsaraan di semua belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Krisis yang terakhir yang dialami bangsa Indonesia adalah semakin mahalnya minyak goreng, gandum dan kedelai, karena ketiga komodite tersebut di negara-negara maju sekarang ini, telah banyak dikonversi menjadi energi lewat bioenergi. Akibat lain dari krisis tersebut antara lain meningkatnya angka kemiskinan dan penganguran, menurunnya drajat kesehatan dan indeks pendidikan masyarakat, sehingga belakangan ini semakin banyak ditemukan beberapa penyakit seperti penyakit polio, gizi buruk, juga busung lapar menyerang anak-anak di negara kita, dan semakin banyak ditemukan penyalahan obat-obat terlarang serta kasus HIV. Bila mereka tidak cepat tertangani dalam keadaan dan tingkatan tertentu dapat berakibat menurunnya kecerdasan dan kecacatan tubuh, maupun pancaindranya.
Hubungannya dengan dunia pendidikan, anak yang mengalami kecacatan di sekolah akan membutuhkan layanan pendidikan yang khusus. Selama ini, mereka di sekolahkan di sekolah luar biasa, akan tetapi tidak disetiap kota terdapat sekolah luar biasa. Merkipun demikian pelayanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus ini harus terus diperhatikan, berdasrakan amat Undang-Undang Dasar di Negara kita.
UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab III ayat 5, menyebutkan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini dapat diartikan semua orang berhak memperoleh pendidikan yang layak sama dan tanpa diskriminasi, termasuk warga negara yang memiliki kesulitan belajar seperti kesulitan membaca (disleksia), menulis (disgrafia) dan menghitung (diskalkulia) maupun penyandang ketunaan (tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan tunalaras). Dengan demikian, tidak ada lagi pemisahan atau perbedaan pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi warga negara Indonesia yang memiliki kelainan dan atau kesulitan belajar.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini memungkinkan terwujudnya kebebasan dalam memperoleh pendidikan. Salah satu yang dihasilkan adalah internet, internet menghasilkan program pendidikan tanpa batas dan dapat dinikmati oleh siapa saja di seluruh dunia. Sama halnya dengan perkembangan dalam dunia pendidikan. Dahulu kita mengenal pendidikan khusus bagi anak yang memiliki “kebutuhan khusus” dalam belajar, mereka dibedakan dan “terbatasi” dengan dunia luar dan sosial. Bertahun-tahun mereka hanya dapat melihat dan menyimpulkan dalam hati, “ternyata dunia begitu sempit dan duniaku terpisah jauh dari yang lainnya”. Secara kebutuhan memang pendidikan khusus dapat memberikan perhatian dan pendekatan pendidikan yang tepat dan fokus, tetapi bagaimana dengan kondisi emosional bagi anak berkesulitan belajar (kebutuhan khusus)? Ternyata mereka juga memiliki perasaan untuk diperhatikan dan dipandang sama dengan anak-anak yang normal.
Pada perkembangannya, diperkenalkanlah program pendidikan yang tidak lagi memisahkan antara anak yang berkebutuhan khusus dengan anak yang normal, program ini lebih dikenal dengan pendidikan terpadu atau inklusi, program pendidikan ini merupakan bentuk pelayanan dan bantuan yang diberikan kepada anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus di sekolah umum (mengikutsertakan anak-anak berkebutuhan khusus/cacat untuk belajar bersama-sama dengan anak-anak normal sebayanya di sekolah umum), yang pada akhirnya mereka menjadi bagian dari masyarakat sekolah itu, sehingga tercipta suasana pembelajaran yang kondusif (Rogers dan Moore dalam Sunardi :1997). Hal ini sejalan dengan Surat Keputusan (SK) Mendikbud Nomor: 002/U/1986 Pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa pendidikan terpadu ialah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak cacat yang diselenggarakan bersama-sama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan.

Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya, sesuai dengan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan adalah sebagai berikut :





Jenis Anak Berkebutuhan Khusus dapat dikelompokkan sebagai berikut :

A. Tunanetra
B. Tunarungu
C. Tunagrahita: (a.l. Down Syndrome)
-C : TunagrahitaRingan(IQ = 50-70)
-C1 : TunagrahitaSedang(IQ = 25-50)
-C2 : TunagrahitaBerat(IQ < 25 )
D. Tunadaksa:
-D : TunadaksaRingan
-D1 : TunadaksaSedang
E. Tunalaras(Dysruptive)
F. Tunawicara
G. Tunaganda
H. HIV AIDS
I. Gifted : PotensiKecerdasanIstimewa (IQ > 125 )
J. Talented : PotensiBakatIstimewa (Multiple Intelligences : Language, Logico-mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual)
K. KesulitanBelajar(a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)
L. LambatBelajar( IQ = 70 –90 )
M. Autis
N. KorbanPenyalahgunaanNarkoba
O. Indigo
Jenis Bentuk Layanan Pendidikan

1 Sekolah Luar Biasa

-Satuan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus: TKLB,SDLB,SMPLB,SMALB,SMKLB
2. Sekolah Inklusi

-SekolahBiasa Penyelenggara Pendidikan Inklusi, yang
Mengakomodasi semua anak berkebutuhan khusus(yang mempunyaiIQ normal) bagi:
a. Yang memiliki Kelainan(IntelectualChallenge), bakat
istimewa, kecerdasanIstimewa.
b. Yang memerlukan Pendidikan Layanan Khusus
-Sekolah Inklusi adalah Sekolah biasa yang terpilih Melalui seleksi dan memiliki kesiapan baik Kepala Sekolah, Guru, OrangTua, PesertaDidik, Tenaga, Administrasi dan LingkunganSekolah/ Masyarakat.
Pada sistem pendidikan di Indonesia, penempatan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model, diantaranya sebagai berikut :
1. Kelas reguler (inklusi penuh)
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.
2. Kelas reguler dengan cluster
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.
3. Kelas reguler dengan pull out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
5. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
Anak berkebutuhan khusus belajar dalam kelas pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.
6. Kelas khusus penuh
Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pad a sekolah reguler.

Berdasarkan sumber: Indonesia Educational Statistics in Brief 2004/2005; Balitbang Diknas Sasaran pendidikan anak berkebutuhan khusus di Indonesia adalah 95.977.872 orang yang terlayani 47.867.930 orang (49,87 %) dan yang belum terlayani sebanyak 46.109.942 orang (50,13 %). Sementara Data penyandang cacat, berdasarkan (Analisa Deskriptid PMKS 2003) - BPS dan Depsos
:1. Berdasarkan data Susenas tahun 2003, penyandang cacat di Indonesia 1,48 juta (0,7% dari jumlah penduduk Indonesia).
2. Jumlah penyandang cacat usia sekolah (5 s.d–18 th) ) ada 21,42 % dari seluruh penyandang cacat.

Menurut Dr. Euis Karwati, MPd., Kasubdis PLB Diknas Provinsi Jawa Barat, pada awalnya banyak perdebatan yang timbul dimasyarakat terhadap implementasi pendidikan inklusi, namun pada akhirnya program ini dapat diterima ditengah masyarakat dan Jawa Barat berhasil menjadi provinsi yang terbaik dalam penyelenggaraan program pendidikan inklusi. Selain itu kita juga mengetahui bahwa sudah banyak anak yang berkebutuhan khusus yang sukses dan memiliki banyak prestasi, Sebagaimana yang dicontohkan oleh Amstrong (1997) bahwa banyak penyandang tunarungu memiliki prestasi tingkat nasional maupun internasional seperti: Samuel Jhonson, Thomas Alva Edison, Granvill Redmond, Marlee Matlin, Ludwig Van Beethoven, dan Helen Keller. Selain itu mereka yang memiliki kekurangan dapat berprestasi dalam dunia olahraga/ olympiade dan banyak menjadi motivator dan inspirasi bagi para pengusaha sukses, pemimpin dan orang-orang normal lainnya.
Banyak hal yang sudah dibuktikan oleh mereka yang selama ini terpisah dan dipisahkan dari kehidupan normal. Keberadaan mereka di dalam pendidikan normal dan sekolah formal sudah seharusnya menjadi sumber baik untuk belajar maupun membangun solidaritas/ kepekaan sosial yang selama ini telah memudar dikalangan terpelajar. Pendidikan yang selama ini hanya berorientasi pada aspek kognitif/ intelegensi sudah seharusnya memperhatikan ranah-ranah yang lainnya, salah satunya adalah aspek emosional (EQ). Kita pahami bahwa sistem pendidikan di USA sudah memasukkan aspek EQ sebanyak 80% dalm proses pembelajaran dan di Jepang hanya 10 % IQ dan 90% memasukkan unsur EQ. Kemudian apa yang telah dihasilkan oleh kedua negara besar tersebut sekarang, kemajuan dan kekuatan di segala bidang.
Hal ini seharusnya juga sudah diperhatikan oleh masyarakat dan pemerintah kita, dengan segala permasalahan yang kita alami, mulai dari permasalahan moral, kompetensi, kompetisi, dan harga diri. Sama halnya dengan keberadaan anak yang berkebutuhan khusus dan program pendidikan inklusi. Besar harapan agar anak berkebutuhan khusus akan memiliki rasa percaya diri. Sebaliknya, anak-anak normal dan teman sekolahnya akan terdidik dan belajar hidup bertoleransi antarsesama manusia.

Penerapan pendidikan inklusi di SMA Negeri 8 Surakarta yang nota bene berasal dari alih fungsi dari PGSLB (Pendidikan Guru Sekolah Luar Biasa) mengacu pada model ke-3 (Kelas reguler dengan pull out). Anak berkebutuhan khusus di SMA Negeri 8 Surakarta pada tahun pelajaran 2007/2008 ada dua peserta didik : satu peserta didik dikatagorikan sebagai lambat belajar dan satunya lagi menderita cacat fisik. Mengacu pada model pendidikan inklusi yang diterapkan di SMA Negeri 8, maka kedua anak berkebutuhan khusus tersebut tetap mengikuti kegiatan sekolah reguler pada pagi hari, dan pada sore harinya mendapatkan tambahan bimbingan oleh guru yang mempunyai kwalifikasi di bidangnya. Selian itu anak yang mengalami cacat fisik juga mendapatkan bantuan/dibelikan alat bantu (tangan palsu) dan pakaian seragam. Kehadiran pendidikan atau sekolah inklusi memang telah membawa harapan baru bagi anak berkebutuhan khusus. Dan apa yang telah dirintis di SMA Negeri 8 Surakarta kiranya dapat menjadi contoh dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.
Sumber:

1) http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0805/04/1106.htm
2) http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0704/18/hikmah/lainnya07.htm
3) http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=158522
4) http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=53
5) http://herinihonmaulana.blogspot.com/2007/11/membangun-kepekaan-sosial-kecerdasan.html
6) http://kangapip.blogspot.com/2007/08/anak-luar-biasa-berkebutuhan-khusus_31.html

Tidak ada komentar: